Jumat, 07 September 2012
Rumor
hey, sobat! selamat datang dan selamat membaca blog ku ini :D
tinggalkan coment yah :D kalo boleh di setiap entri XD
Oyah.. aku disini ingin menceritakan masa-masa SMA ku yang saaaaangaaat mengasyikkan, rasanya tak ingin ku lulus dari SMA ini.. kalian tahu aku adalah seorang murid di salah satu SMK favorit di kota Manado.
Aku pun adalah seorang pengurus osis disekolahku, yah cukup terkenal lah namaku di sekolah lol.
Nah, begini ceritanya, aku kan mempunyai 10 sahabat perempuan yang sudah seperti keluarga, kami saling menyayangi satu sama lain, dan tak pernah ada kesalah pahaman atau pertengkaran dalam persahabatan kami. Dalam persahabatan walaupun aku dekat dengan ke-8 orang lainnya tapi aku lebih dekat dengan Indah, dia juga salah satu dari persahabatan kami.
Aku dan Indah dekat semenjak kelas X, kami berdua pun adalah pengurus OSIS/MPK, waktu ke waktu berjalan aku dan indah semakin dekat dan sudah seperti pasangan kekasih, sampai saat kami naik ke kelas, kami terpisah. Tapi bukannya jadi jauh malah kami semakin dekat, dan karena kedekatan kami yang dibilang sudah seperti pasangan kekasih sehingga kami berdua sering nyapa menggunakan kata "Sayang". semenjak saat itu aku dan indah saling panggil Sayang, baik itu bertemu langsung disekolah,di sms,di twitter,di facebook, pokoknya di segala tempat lah.
Kita berdua cipika-cipiki sebelum berpisah saat pulang, pegangan tangan, kadang juga dia cium tangan sebelum berlalu dengan kendaraan umum yang telah ada.
Sampai ketika MOS ( Masa Orientasi Siswa ) tiba, kami berdua menjadi salah satu tim kerja MOS ini, nah semenjak disinilah mulai beredar rumor dari mulut ke mulut bahwa aku dan indah telah berpacaran, aku dan indah berusaha meyakinkan mereka terutama para kakak kelas XII pengurus OSIS bahwa aku dan indah sama sekali tidak pacaran, dan memang itu kebenarannya.
Tapi, hal ini sudah dianggap serius oeh para kakak kelas kami, dan lama-kelamaan kedekatan saya dan indah semakin menjadi-jadi, kami sudah mulai menyapa dengan sebutan "Mimi - Pipi" dan di profil BBM-ku kubuat PM " ♥Indah.Dj" nah lewat itu para kakak kelas semakin yakin bahwa aku dan indah berpacaran..Saya dan indah bersepakat untuk membiarkan rumor yang ada dan tetap menjalani persahabatan ini atau bisa disebut TTM ( Teman Tapi Mesra ).
Indah adalah sahabat baikku, dan dalam kamusku sepanjang hidupku takkan pernah ada tindakan untuk berpacaran dengan sahabat-ku sendiri, Selamanya TIDAK.
Yah, sampai saat ini hampir seluruh sekolah telah mengenal aku dan indah sebagai pasangan kekasih, dan kami menikmatinya namun kadang-kadang kami merasa lucu karena bukan itu kebenarannya.
Yah.. sampai kami lulus nanti kami akan tetap seperti ini, hubungan antara aku dan indah akan seperti ini selamanya. Mimi - Pipi.
"King of Her's Heart and Queen of Him's Heart"
Kamis, 06 September 2012
Karya Tulis - Pendidikan Anti Korupsi
Pandangan Anda
Tentang Korupsi Di “INDONESIA”
Dengan Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor. 31 tahun 1999
Tentang Tindak Pidana Korupsi, yang
Telah Di Tetapkan dan Di Putuskan oleh “Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia.
Diuraikan menjadi sebuah ‘Karya Tulis’
PENDAHULUAN
Ketika Anda
menjadi seorang pengusaha, maka salah satu sifat yang harus Anda miliki adalah Jujur , dan lewat kejujuran itulah
segala bentuk kejahatan yang menyebar pada para Pengusaha dan Menteri-Menteri
negara ini dapat dimusnahkan.
Penyakit yang sudah
menular sampai kepada para jajaran-jajarannya yang terbawah itu adalah Tindak Pidana Korupsi.
Yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 31
Tahun 1999.
Karena korupsi sehingga membuat negara
menjadi miskin dan menjadikan seluruh kekayaan negara tertumpuk pada
orang-orang tertentu saja.
Namun, Kita
sebagai generasi muda adalah penerus bangsa yang akan memberantas kasus
tersebut.
Lewat cara belajar kita
dan mengerjakan tugas-tugas kita dengan tangan kita sendiri tanpa menyontek
tugas teman. Lewat sikap itulah awal
kejujuran kita dapat kita lihat.
Belajarlah dengan sungguh dan tekun juga
Bersikaplah jujur terhadap segala
kegiatan disekolah maupun dimana saja, sebagai penerus bangsa yang akan
mengharumkan nama Negara kita di kanca internasional,
Dan, menghapus nama Negara kita dari Daftar
Negara yang terbanyak melakukan KORUPSI.
Maju Generasi Muda Bangsa
Corruption No, Honest Yes,
KATA PENGANTAR
Dengan Rahmat Tuhan Yang maha Esa, dan atas pertolongan-Nyalah saya sebagai
penulis dapat menyusun Karya ini. Sehubungan dengan tugas yang diberikan oleh
Guru mata pelajaran, maka saya penulis membuat Karya Tulis ini dengan sebaik
mungkin, untuk dipakai dalam proses pembelajaran.
Karya Tulis
ini disusun berdasarkan: Pembahasan
mengenai Korupsi, Pengertian Korupsi, Alasan-alasan orang melakukan Korupsi,
Pencegahan Korupsi, Pemberantasan Korupsi, dan Peran Serta Masyarakat juga kita
sebagai siswa dalam memberantas Korupsi yang telah membudaya dan telah
merasuki sendi-sendi kehidupan bangsa.
Dengan
berbagai sumber yang ada, baik melalui buku maupun media masa serta kecanggihan
informasi yang ada sekarang, Saya dapat membuat Karya Tulis ini dengan
persiapan yang sangat matang serta pengetahuan yang luas lewat berbagai macam
sumber yang ada.
Saya pun
berharap agar Karya Tulis ini bisa diterima oleh guru dengan baik dan dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Saya
juga menantikan Kritik serta Saran, baik dari guru maupun dari teman-teman siswa,
agar lewat semuanya itu saya boleh memperbaikinya dilain waktu untuk keperluan
tugas yang lain.
Semoga
lewat Karya Tulis ini dapat membangun Kerajinan dan Daya Kreatifitas kita dalam
mengerjakan segala tugas dengan penuh kejujuran. Dan Tanpa adanya Tindak
Korupsi dalam bentuk apapun.
DAFTAR ISI
Judul..........................................................................................
Pendahuluan.............................................................................
Kata Pengantar.........................................................................
Daftar Isi...................................................................................
Pembahasan..............................................................................
A.Pengertian
Korupsi...........................................................
B.Alasan – Alasan Orang Melakukan
Korupsi..................
C.Pencegahan Tindak Korupsi............................................
D.Pemberantasan Tindak
Korupsi......................................
E.Dampak Tindak Pidana
Korupsi.....................................
F.Peran Serta Masyarakat
Memberantas Korupsi............
Undang – Undang Mengenai Tindak Korupsi......................
Kesimpulan...............................................................................
Daftar
Pustaka..........................................................................
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
KORUPSI
Menurut Fockema Andreae kata
Korupsi berasal dari kata Corruptio atau
Corruptus (Webster Student
Dictionary: 1960). Selanjutnya corruptio berasal
dari kata corrumpere, suatu kata lain
yang tua yang berarti busuk,rusak,menggoyahkan,memutarbalik,mengoyok.
Tindak pidana korupsi secara
garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
* perbuatan melawan hukum;
* penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
* memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
* merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
* perbuatan melawan hukum;
* penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
* memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
* merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain
itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
* memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
* penggelapan dalam jabatan;
* pemerasan dalam jabatan;
* ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
* menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
* memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
* penggelapan dalam jabatan;
* pemerasan dalam jabatan;
* ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
* menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti luas Korupsi atau Korupsi Politis adalah penyalahgunaan jabatan
resmi untuk keuntungan pribadi.
[-] TIPE TINDAK PIDANA KORUPSI
a. Pengertian Korupsi Tipe
Pertama
Pengertian ini terdapat dalam ketentuan pasal 2
Undang-Undang nomor 31 tahun 1999.
Unsur-unsurnya/bestandellen:
1. Perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi.
- Memperkaya berarti dengan
perbuatan yang dilakukan si pelaku bertambah kekayaan.
- Modus operandi dapat dilakukan: membeli, menjual, mengambil, memindah
bukukan rekening, menandatangani kontrak tersebut.
2. Perbuatan tersebut sifatnya
melawan hukum.
Pembentuk Undang-Undang mempertegas elemen secara “Melawan Hukum” dalam
arti formal maupun arti materiil artinya: Meskipun perbuatan tersebut tidak
diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi apabila perbuatan tersebut
dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat atau
norma-norma kehidupan sosial, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.
3. Dapat merugikan keuangan atau
perekonomian negara.
Keuangan Negara: Seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang
dipisahkan atau tidak dipisahkan termasuk segala bagian kekayaan negara dan
segala hak dan kewajiban yang timbul karena:
- Dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat negara baik
di tingkat pusat maupun daerah.
- Dalam pengurusan dan pertanggungjawaban BUMN/BUMD yayasan, badan hukum,
perusahaan yang menyertakan modal negara perusahaan yang menyertakan modal
pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.
Perekonomian negara : kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha
bersama berdasarkan asas kekeluargaan atau usaha masyarakat secara mandiri yang
berdasarkan kebijakan pemerintah, baik dipusat/daerah berdasar penataran
perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran
dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan masyarakat. Bagaimana kalau hasil
korupsi itu dikembalikan, hal tersebut tidak menghapuskan dipidananya pelaku
(Pasal 4 UU No. 31/99).
Pasal 2 ayat 1, menunjukkan Tindak Pidana Korupsi merupakan deligformil
artinya cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang telah dirumuskan,
bukan dengan timbulnya akibat.
4. Dalam hal tertentu pelaku tindak pidana korupsi dijatuhi pidana mati.
(Pasal 2 ayat 2 UU No. 31/99) Merupakan pemberatan terhadap pelaku Tindak
Pidana Korupsi. Keadaan tertentu adalah pada waktu terjadi bencana alam
nasional, pengulangan tindak pidana korupsi atau pada waktu negara dalam
keadaan krisis ekonomi dan moneter.
b. Pengertian Korupsi Tipe
Kedua
Korupsi tipe kedua diatur dalam pasal 3 undang-undang
no.31/99.
Unsur-unsurnya:
1. Menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan.
Hakekatnya korupsi tipe ke-2 ditetapkan kepada pegawai negeri. Karena hanya
pegawai negeri yang dapat menyalahgunakan jabatan, kedudukan dari kewenangan,
kesempatannya sarana yang ada padanya. Pasal 1 ayat 2 UU No. 31/99 pengertian
pegawai negeri.
2. Perbuatan tersebut menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
korporasi. Kalau ditinjau dari aspek pembuktian dapat lebih mudah dibuktikan
jaksa/penuntut umum karena unsur “menguntungkan”
tidak memerlukan dimensi apakah tersangka/terdakwa menjadi kaya atau bertambah
kaya karenanya lain dengan aspek “memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau korporasi” sebagaimana Pasal 2 UU No. 31/99 relatif lebih sulit
membuktikannya.
Kongkritnya istilah “menguntungkan” membuat tersangka/terdakwa memperoleh
aspek material/materiil sehingga dapat dilakukan dengan cara korporasi, kolusi,
nepotisme. (undang-undang No. 28/1999).
3. Perbuatan tersebut dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara. Merugikan “Keuangan Negara” atau perekonomian negara dijelaskan dalam
Pasal 2 undang-undang No. 31/1999. Kata “dapat” menentukan
jaksa/penuntut umum tidak harus membuktikan adanya kerugian “keuangan
negara/perekonomian negara” karena TPK merupakan delik formil.
c. Pengertian Korupsi Tipe
Ketiga.
Pada asasnya, pengertian korupsi tipe ke-3 terdapat dalam
ketentuan pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, undang-undang No. 20/2001 dan Pasal
13 undang-undang No. 31/1999.
d. Pengertian Korupsi Tipe
Keempat.
Pada asasnya, pengertian korupsi tipe keempat adalah tipe
percobaan, pambantuan, atau permufakatan jahat serta pemberian kesempatan,
sarana atau keterangan terjadinya Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh
diluar wilayah Indonesia. (pasal 15, 16 undang-undang No. 31/99).
Permufakatan jahat untuk melakukan TPK mengingat sifat dari TPK meskipun
masih dalam taraf persiapan sudah dapat dipidana penuh sebagai suatu Tindak
Pidana tersendiri.
Perbuatan percobaan/poging sudah diintroduser sebagai tindak pidana korupsi
oleh karena perbuatan korupsi sangat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan
nasional yang menuntut efisiensi tinggi, maka percobaan melakukan TPR dijadikan
delik tersendiri dan dianggap selesai dilakukan.
Pemberian bantuan, sarana, kesempatan, keterangan dalam pasal 16
undang-undang No. 31/99 adalah untuk mencegah dan memberantas TPK yang bersifat
transnational atau lintas batas territorial sehingga segala bentuk
transfer keuangan/harta kekayaan hasil TPK unsur negara dapat dicegah.
Terhadap pelaku TPK pada tipe ke-4 ini dapat dijatuhi pidana sebagaimana
termuat dalam pasal 17 UU No. 31/99 dan pasal 18 UU No. 31/99.
e. Pengertian Korupsi Tipe
Kelima
Sebenarnya pengertian korupsi tipe kelima ini bukan
bersifat murni Tindak Pidana, tetapi Tindak Pidana lain yang berkaitan dengan
TPR sebagaimana diatur dalam Bab III pasal 21 sampai dengan pasal 24
undang-undang No. 31/99.
Tipe Korupsi Menurut Hussein
Alatas dalam prakteknya meliputi ciri-ciri:
1. Korupsi selalu melibatkan lebih dari satu
orang.
2. Korupsi pada umumnya dilakukan penuh kerahasiaan.
3. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
4. Korupsi dengan bebagai macam akal berlindung dibalik pembenaran hukum.
5. Mereka yang terlibat korupsi adalah yang menginginkan keputusan yang tegas dan mereka mampu mempengaruhi keputusan.
6. Tindakan korupsi mengandung penipuan baik pada badan publik atau masyarakat umum.
7. Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan kepercayaan.
8. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan itu.
9. Suatu perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat
Dalam ketentuan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi tidak ditemukan pengertian tentang korupsi. Akan tetapi, dengan memperhatikan kategori tindak pidana korupsi sebagai delik formil, maka Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Udang No. 31 Tahun 1999 mengatur secara tegas mengenai unsur-unsur pidana dari tindak pidana korupsi dimaksud. Pasal 2 Undang-Udang No. 31 Tahun 1999, menyatakan sebagai berikut : “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonoman negara...” Selanjutnya dalam Pasal 3 Undang-Udang No. 31 Tahun 1999, menyatakan : “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara...”
2. Korupsi pada umumnya dilakukan penuh kerahasiaan.
3. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
4. Korupsi dengan bebagai macam akal berlindung dibalik pembenaran hukum.
5. Mereka yang terlibat korupsi adalah yang menginginkan keputusan yang tegas dan mereka mampu mempengaruhi keputusan.
6. Tindakan korupsi mengandung penipuan baik pada badan publik atau masyarakat umum.
7. Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan kepercayaan.
8. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan itu.
9. Suatu perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat
Dalam ketentuan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi tidak ditemukan pengertian tentang korupsi. Akan tetapi, dengan memperhatikan kategori tindak pidana korupsi sebagai delik formil, maka Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Udang No. 31 Tahun 1999 mengatur secara tegas mengenai unsur-unsur pidana dari tindak pidana korupsi dimaksud. Pasal 2 Undang-Udang No. 31 Tahun 1999, menyatakan sebagai berikut : “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonoman negara...” Selanjutnya dalam Pasal 3 Undang-Udang No. 31 Tahun 1999, menyatakan : “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara...”
B.
ALASAN-ALASAN ORANG MELAKUKAN KORUPSI.
[-] Konsentrasi
kekuasaan dipengambilan
keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada Rakyat,
seperti yang sering terlihat dalam rezim-rezim yang bukan
demokratik.
[-] Kurangnya
transparansi di pengambilan keputusan Pemerintah.
[-] Kampanye-kampanye
politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
[-] Proyek
(project) yang melibatkan uang rakyat
dalam jumlah besar.
[-] Lingkungan
tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan teman lama.
[-] Lemahnya
ketertiban hukum.
[-] Lemahnya
profesi hukum
[-] Kurangnya
kebebasan berpendapat atau kebebasan media masa.
[-] Gaji
pegawai pemerintah yang sangat kecil.
Ada 4 Alasan Orang Melakukan Korupsi Menurut BPK:
Auditor
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Lukman Hakim mengatakan, ada empat faktor
yang mendorong seseorang untuk melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan
keuangan negara.
"Keempat
faktor yang mendorong orang korupsi itu antara lain factor ”kebutuhan,
tekanan, kesempatan dan rasionalisasi,” katanya saat berbicara pada seminar nasional
"Pemberantasan Kejahatan Perbankan.
1. Seseorang
terdorong untuk melakukan tindak pidana korupsi karena ingin memiliki
sesuatum namun pendapatannya tidak memungkinkan untuk mendapatkan yang
diinginkan tersebut. "Biasanya dorongan korupsi dari faktor kebutuhan ini
dilakukan oleh orang-orang bersentuhan langsung dengan pengelolaan
keuangan,"
2. Demikian
pula dengan faktor tekanan, biasanya dilakukan karena permintaan dari seseorang
kerabat atau atasan yang tidak bisa dihindari. "Faktor tekanan ini bisa
dilakukan oleh pengelola keuangan, bisa juga oleh pejabat tertinggi di
lingkungan instansi pemerintah,"
3. Sedangkan
faktor kesempatan, kata dia, biasanya dilakukan oleh pemegang kekuasaan dengan
memanfaatkan jabatan dan kewenangan yang dimiliki untuk memperkaya diri.
Meskipun cara untuk mendapatkan kekayaan tersebut melanggar undang-undang yang
berlaku.
4. Demikian
juga dengan rasionalisasi, biasanya dilakukan oleh pejabat tertinggi seperti
bupati/walikota di tingkat kabupaten/kota atau gubernur di tingkat provinsi.
"Pajabat yang melakukan korupsi ini merasa bahwa kalau dia memiliki rumah
mewah atau mobil mewah, orang lain akan menganggapnya rasional atau wajar
karena dia adalah bupati atau gubernur,"
C. PENCEGAHAN
TINDAK KORUPSI.
·
Pencegahan diri &
keluarga dari tindakan Korupsi. Pencegahan
korupsi harus dimulai dari diri sendiri dengan keyakinan bahwa korupsi adalah
penyakit masyarakat yang berbahaya bagi kehidupan masyarakat itu sendiri.
Orangtua dalam keluarga berkewajiban untuk mencegah dirinya dari tindakan
korupsi. Komitmen menjauhkan diri dari tindakan itu harus dikembangkan pula
kepada anggota keluarga yang lain dengan menanamkan sebuah komitmen bahwa
korupsi adalah penyakit kehidupan.
·
Keteladanan Pemimpin. Pemimpin adalah teladan bagi umatnya. Apa yang
dilakukan pemimpin, maka hal itu pula yang dilakukan oleh yang dipimpin. Yang
dipimpin selalu meniru hal-hal yang dilakukan pemimpinnya. Seorang pemimpin
haruslah orang yang mempunyai komitmen mencegah diri dari korupsi secara
internal, dan menunjukkan sikap anti terhadap korupsi, serta melakukan
upaya-upaya pencegahan terjadinya korupsi di dalam masyarakat, baik secara
kekerasan maupun secara lisa. Kalau pemimpin sudah menunjukkan keteladanan
seperti itu, maka lambat laun korupsi yang kini merajalela itu dapat dicegah
secara berangsung-angsur.
·
Tindakan tegas terhadap
pelaku Korupsi. Setiap
pelaku korupsi harus ditindak tegas berdasarkan hukum dan peraturan yang
berlaku, tanpa memandang bulu. Siapa pun yang melakukan tindakan demikian,
termasuk pemimpin, penguasa, dan pelaksana serta penegak hukum harus ditindak
tegas dan dihukum menurut hukum dan peraturan yang berlaku. Tindakan
diskriminasi terhadap pelaku korupsi akan menimbulkan sikap apatis dari orang
lain dalam ikut serta mencegah tindakan korupsi itu.
Korupsi adalah bahaya laten yang terus menghantui perjalanan demokrasi suatu bangsa.
Keberadaannya bukan saja mampu mengganggu stabilitas ekonomi suatu negara
hingga berujung krisis ekonomi. Namun lebih dari itu, korupsi tingkat
elit politik telah mematikan nurani hati wakil rakyat sehingga mengkhianati
amanah yang diberikan oleh konstituen mereka melalui pemilu.
Berbagai diskusi telah digelar oleh
beberapa komunitas untuk mendapatkan formula terbaik tentang cara pencegahan
korupsi dalam kehidupan bangsa Indonesia. Forum anak muda yang terbiasa berpikir
spontan dan mengikuti arus informasi menyatakan bahwa hukuman mati adalah harga
yang sesuai untuk koruptor kelas kakap dalam tubuh parlemen.
Hal ini mengacu kepada aturan yang
berlaku di negara China bahwa bagi pelaku korupsi harga yang harus dibayar
adalah hukuman mati dengan cara ditembak ataupun dipenggal. Tetapi negara kita
bukanlah negara China ataupun Arab yang begitu mudahnya melakukan eksekusi mati
bagi terpidana. Indonesia memiliki Undang-undang No.31 tahun 1999 dan Undang-undang
No.20 tahun 2001 yang mengatur pemberantasan korupsi.
Berkaca dari kinerja sejumlah lembaga
pemberantasan korupsi yang ada, cara pencegahan korupsi yang paling
tepat adalah memberangus kesempatan, peluang, dan sumber-sumber kejahatan
korupsi sampai ke akarnya. Karena demikian mewabahnya budaya
korupsi, langkah ini tidak bisa dilakukan sendiri oleh Pemerintah beserta
lembaganya. Masyarakat pun harus pintar bersikap agar tidak ada kesempatan
pejabat publik melakukan tindak korupsi.
Membekali setiap pemegang kekuasaan
dengan pengetahuan agama adalah titik utama pencegahan tindak korupsi. Hal ini
memungkinkan tumbuhnya kesadaran dalam diri mereka bahwa korupsi adalah
perilaku khianat terhadap amanah kaum yang dipimpinnya. Agama jelas melarang
tindak khianat dan mengancam pelakunya dengan hukuman yang setimpal di neraka.
Seringkali dampak
korupsi berkembang dengan pesat karena lemahnya kontrol masyarakat terhadap
kinerja pejabat terkait, baik di pusat maupun di daerah. Untuk level nasional,
kita boleh sedikit senang karena Tim Tastipikor (Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Iembaga non-Pemerintah
seperti Indonesian Corruption Watch (ICW) bekerja dengan jeli menyingkap berbagai
transaksi yang diduga terjadi praktek korupsi.
Masyarakat pun harus sadar mendukung
pemberantasan korupsi dengan tegas menolak memberikan sejumlah dana tidak resmi
untuk mendapatkan layanan publik tertentu. Inilah salah satu penghambat
pemberantasan korupsi. Bagaimana bisa hilang sampai ke akar-akarnya sementara
masyarakat masih memberi ruang bagi terciptanya penyalahgunaan wewenang
birokrat.
Meski jauh api dari panggang, upaya pencegahan korupsi
harus kita mulai dari diri sendiri dan lingkungan terdekat. Memberi keteladanan
kepada anak-anak, meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan, dan membiasakan
diri melakukan tindakan sosial adalah pondasi fundamental bagi penciptaan
karakter bangsa yang bebas dari tindakan korupsi dan sejenisnya. Mari kita
mulai dari sekarang.
D. PEMBERANTASAN TINDAK
KORUPSI.
·
Sistem
peng-gajian yang layak, dan aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya.
·
Larangan
menerima suap dan hadiah.
·
Perhitungan
Kekayaan.
·
Teladan
Pemimpin.
·
Hukuman
setimpal.
·
Pengawasan
masyarakat.
[-] Pemberantasan
tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan
memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi,
supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
* Karenanya
ada tiga hal yang perlu digarisbawahi yaitu ‘mencegah’, ‘memberantas’ dalam arti menindak pelaku korupsi, dan
‘peran serta masyarakat’.
B. Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia
Dengan
memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan hambatan-hambatan
yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah dikemukakan beberapa upaya yang
dapat dilakukan untuk menangkalnya, yakni :
1. Menegakkan hukum secara adil
dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma-norma
lainnya yang berlaku.
2. Menciptakan kondisi birokrasi
yang ramping struktur dan kaya fungsi. Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai
dengan kualifikasi tingkat kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
3. Optimalisasi fungsi pengawasan
atau kontrol, sehingga komponen-komponen tersebut betul-betul melaksanakan
pengawasan secara programatis dan sistematis.
4. Mendayagunakan segenap
suprastruktur politik maupun infrastruktur politik dan pada saat yang sama
membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang yang dapat dimasuki
tindakan-tindakan korup dapat ditutup.
5. Adanya penjabaran rumusan
perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak menyebabkan kekaburan atau
perbedaan persepsi diantara para penegak hukum dalam menangani kasus korupsi.
6. Semua elemen (aparatur negara,
masyarakat, akademisi, wartawan) harus memiliki idealisme, keberanian untuk
mengungkap penyimpangan-penyimpangan secara objektif, jujur, kritis terhadap
tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-prinsip
keadilan.
7. Melakukan pembinaan mental dan
moral manusia melalui khotbah-khotbah, ceramah atau penyuluhan di bidang
keagamaan, etika dan hukum. Karena bagaimanapun juga baiknya suatu sistem, jika
memang individu-individu di dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran
dan harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat disalahgunakan,
diselewengkan atau dikorup.
E. DAMPAK TINDAK PIDANA KORUPSI.
- KUANTIFIKASI DAMPAK
KERUSAKAN AKIBAT KORUPSI.
Saat
ini secara umum masyarakat Indonesia telah menyadari bahwa korupsi adalah
perbuatan jahat. Karena itu, korupsi harus dilenyapkan dari Bumi Pertiwi.
Sayangnya, hingga kini Indonesia masih saja dianggap sebagai salah satu negara
yang banyak korupsinya. Hal tersebut terlihat dari indeks persepsi korupsi
(IPK), yang dilansir oleh Transparency International pada 2009, yang mencapai
2,8 dengan posisi ke-111 dari 180 negara yang disurvei. Walaupun terjadi
peningkatan dari tahun sebelumnya (2,6--posisi 126 dari 180 negara). Bila
dibandingkan dengan negara-negara tetangga, IPK kita masih berada di bawah
mereka walaupun upaya penindakan yang dilakukan Indonesia lebih agresif
daripada yang dilakukan negara -negara tetangga tersebut.
U4
dari Norwegia telah menyampaikan hasil risetnya, yang membandingkan
pemberantasan korupsi oleh KPK dengan beberapa lembaga antikorupsi negara
tetangga, khususnya Filipina. Hasil riset tersebut menyebutkan bahwa
pemberantasan korupsi yang dilaksanakan KPK sangat impresif dengan tingkat
keberhasilan (conviction rate) 100 persen dari sekian banyak kasus besar
yang telah ditangani, sementara di negara tetangga tidak menggembirakan.
DAMPAK.
Melihat kinerja KPK dalam beberapa tahun belakangan ini memang menunjukkan capaian yang tidak mengecewakan. Dengan conviction rate yang 100 persen berarti bahwa dalam semua kasus yang dibawa ke pengadilan tindak pidana korupsi dapat dibuktikan mereka bersalah. Dengan ratusan kasus besar yang ditangani KPK, tentunya conviction rate 100 persen bukanlah hal yang mudah dicapai. Sebagai perbandingan, banyak negara di dunia memiliki tingkat conviction rate tidak lebih dari 20 persen, meski jumlah kasus yang ditanganinya masih bisa dihitung dengan jari. Selain itu, jumlah uang dan aset negara yang berhasil dikembalikan KPK juga tidak mengecewakan, yakni sekitar Rp 800 miliar dari upaya penindakan, dan sekitar Rp 6 triliun dari upaya pencegahan.
Melihat kinerja KPK dalam beberapa tahun belakangan ini memang menunjukkan capaian yang tidak mengecewakan. Dengan conviction rate yang 100 persen berarti bahwa dalam semua kasus yang dibawa ke pengadilan tindak pidana korupsi dapat dibuktikan mereka bersalah. Dengan ratusan kasus besar yang ditangani KPK, tentunya conviction rate 100 persen bukanlah hal yang mudah dicapai. Sebagai perbandingan, banyak negara di dunia memiliki tingkat conviction rate tidak lebih dari 20 persen, meski jumlah kasus yang ditanganinya masih bisa dihitung dengan jari. Selain itu, jumlah uang dan aset negara yang berhasil dikembalikan KPK juga tidak mengecewakan, yakni sekitar Rp 800 miliar dari upaya penindakan, dan sekitar Rp 6 triliun dari upaya pencegahan.
Meski
demikian, kita menyadari bahwa pengembalian keuangan negara masih terlalu kecil
dibanding tingkat kerusakan yang telah terjadi akibat korupsi. Jumlah uang
pengganti dan denda yang dibebankan kepada para koruptor hanya sebesar jumlah
yang dapat dibuktikan di pengadilan. Padahal penderitaan yang dialami oleh
negara dan seluruh masyarakat sangat luar biasa dan jauh lebih besar dari
sekadar jumlah uang pengganti dan denda yang diputuskan oleh pengadilan.
Suap
yang diberikan oleh pengusaha untuk mendapatkan perizinan, misalnya. Tentunya
diharapkan oleh penyuap akan menghasilkan keuntungan (benefit) yang jauh
lebih besar dari jumlah suap yang telah diberikannya. Karena itu, para penegak
hukum perlu memperhatikan dan mempertimbangkan hal ini sebagai komitmen dan
keberpihakan kepada masyarakat banyak yang telah menjadi korban tindak pidana
korupsi.
Secara
ekonomi, korupsi sebesar Rp 5 miliar yang dilakukan empat tahun yang lalu
tentunya bernilai tidak sama bila dibandingkan dengan Rp 5 miliar saat ini.
Karena itu, perlu dipikirkan dan dihitung berapa nilai sekarang atas suatu
kejahatan korupsi yang dilakukan beberapa tahun yang lalu serta dampak
kerusakan yang telah ditimbulkannya.
Dampak
yang terjadi menyangkut banyak hal, termasuk kerusakan lingkungan seperti
longsor dan banjir, atau dampak tidak langsung yang dirasakan masyarakat,
seperti kehilangan hak pada pendidikan, kesehatan, dan lapangan pekerjaan.
Berapa banyak kerusakan bisnis sebagai akibat maraknya praktek suap-menyuap
dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Berapa banyak perusahaan yang
kehilangan kesempatan dan kalah bersaing hanya karena tidak mau mengikuti
praktek suap-menyuap. Hal ini tentunya berdampak pada persaingan usaha yang
tidak sehat dan mengarah pada penurunan daya saing nasional.
Dari
penjelasan tersebut, jelaslah bahwa kuantifikasi dampak kerusakan dari tindak
pidana korupsi perlu diperhitungkan secara lebih komprehensif. Penegakan hukum
dalam pemberantasan korupsi perlu memperhatikan sisi lain, yakni mengembalikan
hasil korupsi kepada pihak-pihak yang menjadi korban atas tindakan korupsi
tersebut. Berbagai konsep perhitungan perlu dipersiapkan, seperti time value
of money serta yang lainnya. Untuk melakukan hal tersebut, tentunya semua
pihak perlu memberi sumbangan pemikiran sehingga dapat bermanfaat dalam
menjadikan Indonesia tempat yang nyaman untuk berkehidupan di muka bumi.
Dampak
kerusakan yang diakibatkan oleh korupsi seharusnya dapat dihitung dengan
memperhitungkan multiplier yang dirasakan oleh korban tindakan korupsi
tersebut. Dengan demikian, bila terjadi suap sebesar Rp 5 miliar, maka dampak
yang bisa dihitung adalah Rp 5 miliar x multiplier. Multiplier inilah
yang perlu ditetapkan oleh para ahli sehingga dapat diakui secara bersama, yang
hasilnya akan dikembalikan kepada para korban dari penyuapan tersebut, yakni
masyarakat dan negara yang dirugikan karena ancaman banjir, tanah longsor,
kekurangan air bersih, penurunan permukaan tanah, penurunan kesehatan, buruknya
infrastruktur dan sanitasi, kehilangan kesempatan kerja, dan lain-lain.
Korupsi Hambat Investasi
Pemerintah mematok pertumbuhan
ekonomi lima tahun ke depan (2010-2014) setiap tahunnya rata-rata 7 persen.
Sebuah angka yang cukup optimistis tetapi sebenarnya kurang realistis. Kurang
realistis sebab pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2009 ini saja hanya
diperkirakan 4,4 persen. Meskipun angka pertumbuhan ekonomi tersebut terbilang
cukup tinggi karena Indonesia termasuk tiga negara di dunia yang angka
pertumbuhan ekonominya di tahun 2009 masih positif di tengah negatifnya angka
pertumbuhan ekonomi hampir semua negara karena krisis keuangan global yang
belum pulih. Tiga negara yang pertumbuhan ekonominya positif tersebut adalah
India, China, dan Indonesia. Untuk mencapai angka pertumbuhan rata-rata 7
persen setiap tahun tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar. Pada tahun 2010,
menurut versi pemerintah, untuk mencapai angka pertumbuhan ekonomi 7 persen
dibutuhkan dana sebesar Rp 2.000 trilyun. Sementara menurut versi Kadin
kebutuhan dana tersebut jauh lebih tinggi yaitu Rp 2.900 trilyun.
Masih menurut versi pemerintah, dana Rp 2.000 trilyun tersebut akan diperoleh dari : APBN sebesar Rp 200 trilyun, kredit perbankan Rp 450 trilyun, pasar modal Rp 400 trilyun, investasi domestik Rp. 400 trilyun, dan investasi asing Rp. 500 trilyun. Di antara berbagai sumber dana untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 7 persen tersebut, yang paling berat adalah menggaet dana dari investasi domestik dan investasi asing. Sebabnya jelas yaitu ada berbagai hambatan dalam menggaet investasi, dan satu di antaranya yang paling besar adalah korupsi yang saat ini sedang ramai dibicarakan karena permusuhan antara KPK dan Polri.
Masih menurut versi pemerintah, dana Rp 2.000 trilyun tersebut akan diperoleh dari : APBN sebesar Rp 200 trilyun, kredit perbankan Rp 450 trilyun, pasar modal Rp 400 trilyun, investasi domestik Rp. 400 trilyun, dan investasi asing Rp. 500 trilyun. Di antara berbagai sumber dana untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 7 persen tersebut, yang paling berat adalah menggaet dana dari investasi domestik dan investasi asing. Sebabnya jelas yaitu ada berbagai hambatan dalam menggaet investasi, dan satu di antaranya yang paling besar adalah korupsi yang saat ini sedang ramai dibicarakan karena permusuhan antara KPK dan Polri.
Dampak Korupsi Bagi Stabilitas Ekonomi dan Pembunuhan Karakter Bangsa.
Korupsi adalah salah satu bentuk
pengingkaran janji atas kesepakatan yang telah dicapai seorang wakil rakyat
dengan konstituennya. Inilah alasan pertama mengapa korupsi harus dicegah dan
diberantas sampai ke tingkat dasar. Dampak yang dihasilkan dari korupsi bisa
menghasilkan krisis finansial dari tingkat rendah, menengah hingga akut. Secara
mental dan budaya, korupsi adalah bentuk baru penjajahan atas bangsanya
sendiri.
Dalam
praktek di masyarakat, baik di level kelurahan sampai provinsi, praktek korupsi
melahirkan budaya untuk memperkaya diri sendiri dan anggota keluarga,
mendapatkan layanan istimewa dibanding warga lain, dan memperlebar perbedaan
kapasitas ekonomi antara si kaya dan si miskin. Telah sering kita amati
pemimpin daerah yang bisa hidup berfoya-foya dari hasil korupsi sementara masih
banyak warganya yang hidup kekurangan.
Kematian
hati nurani, itulah akibat paling parah dari merebaknya korupsi yang melibatkan
berbagai pihak terkait. Para pejabat bukan lagi memfokuskan diri kepada
pengabdian diri kepada masyarakat, namun lebih kepada usaha menimbun harta
untuk kesenangannya dan kroni-kroninya. Pejabat publik bukan lagi melayani
masyarakat, tetapi kebalikannya, minta dilayani masyarakat.
Para
pengambil kebijakan di tingkat nasional juga rawan menjual harga diri bangsa
ketika banyak investor asing masuk ke dalam negeri dengan menawarkan sejumlah
‘amplop’ untuk memperlancar ijin pendirian suatu usaha. Bila hal ini terus
dikembangkan, bisa jadi kita akan menumpang tinggal di negara sendiri karena banyak
sektor vital telah dikuasai pihak asing.
Penggunaan
dana masyarakat untuk kepentingan pribadi secara tidak langsung telah mengambil
hak kesejahteraan masyarakat. Harga barang menjadi mahal, layanan publik tidak
dapat dijangkau, dan fasilitas umum tidak mendukung usaha pengembangan ekonomi
rakyat karena sebagian aset negara telah dimiliki oleh pejabat publik dan
disimpan di luar negeri.
Banyak
pihak menilai budaya korupsi turut andil memberi kontribusi bagi terciptanya
krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998. Praktek korupsi akut
selama Pemerintahan Orde Baru meninggalkan warisan defisit anggaran belanja
negara dan mendorong terjadinya kenaikan inflasi hingga ke tingkat yang
mengkhawatirkan. Konsentrasi ekonomi terpusat pada kelompok tertentu dan
menimbulkan krisis multidimensi serta menghasilkan kekacauan nasional.
Dampak
korupsi akan lebih hebat lagi bila kita tidak segera memberantas sejak
sekarang. Bisa jadi negara Indonesia akan cuma tinggal sejarah dan dijual
kepada negara lain bila kita tidak aktif menyuarakan pelanggaran-pelanggaran
kekuasaan yang dilakukan oleh pejabat publik.
F. PERAN SERTA MASYARAKAT MEMBERANTAS
KORUPSI.
·
A. Arti Penting Peran Masyarakat
Korupsi
yang sudah merajalela sangat sulit untuk diberantas, tapi bisa jika mau
berusaha. Tidak hanya KPK sebagai lembaga yang secara khusus menangani korupsi,
tetapi juga andil masyarakat sangat diperlukan. Paling tidak, masyarakat harus
ikut ambil bagian karena tiga hal.
1. Masyarakat sebagai korban
Adalah
sudah menjadi pengetahuan umum bahwa aktor utama korupsi adalah
pemerintah dan pengusaha, sementara masyarakat adalah korbannya.
Kolaborasi antara pemerintah dengan pengusaha menimbulkan
kesengsaraan bagi masyarakat pada umumnya. Hampir
sebagian besar -jika tidak semua- kasus korupsi yang terungkap
selalu menempatkan dua aktor itu sebagai biang keladi yang saling berkaitan. Entah relasinya berwujud simbiosis mutualisme ataupun
parasit mutualisme yaitu korupsi yang dimensinya adalah
pemerasan. Jikapun masyarakat kemudian terseret dalam
arus kehidupan koruptif, hal itu semata-mata karena upaya
terpaksa yang dilakukan untuk bisa memperoleh hak- haknya.
Kebiasan untuk membayar lebih dari harga yang ditetapkan peraturan kepada
petugas dalam pengurusan ijin seperti SIM, KTP, STNK dan lain
sebagainya merupakan wujud dari ketidakberdayaan
masyarakat untuk melawan sistem yang korup.
1. Bentuk-bentuk
peran yang bisa diambil
Seperti diutarakan sebelumnya, masyakarat
sangat dibutuhkan untuk ikut ambil bagian dalam upaya pemberantasan korupsi.
Masyarakat harus memberdayakan dirinya dan tidak hanya bertindak defensif dalam
menghadapi sistem yang korup, tapi bisa secara ofensif berperan untuk
memberantas korupsi. Masyarakat tidak boleh menggantungkan diri pada pemerintah
ataupun instansi penegak hukum tetapi harus melakukan tindakan nyata.
Ada tiga
golongan utama peran yang bisa diambil oleh masyarakat
berdasarkan sebab
terjadinya korupsi, yaitu :
1. ikut serta dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat
2.
ikut serta dalam meningkatkan pendidikan moral dan pengetahuan
3.
ikut serta dalam mengawasi pemerintahan.
1. Ikut serta dalam meningkatkan
kesejahteraan rakyat
Penyebab pertama terjadinya korupsi adalah alasan
ekonomi. Banyak orang yang melakukan korupsi karena merasakan adanya desakan
kebutuhan ekonomi karena merasa penghasilannya tidak cukup. Selain itu, ada
juga orang yang menjadi tergoda karena adanya iming- iming yang jauh lebih
besar daripada pendapatan resmi seorang pegawai/ pejabat. Meski sebenarnya
sudah cukup, namun karena tawaran yang selisihnya jauh sekali dari penghasilan
normal, maka dia akan berpikir untuk melanggar aturan. Intinya adalah masalah uang.
Untuk alasan yang terakhir ini, kegiatan remunerasi yang dilakukan oleh
pemerintah saat ini sangat membantu untuk melawan alasan korupsi yaitu dengan
menyesuaikan bayaran dengan beban kerja dan tingkat risiko yang dihadapi. Makin
tinggi jabatan makin tinggi godaan karen itu pendapatannya harus tinggi agar
ketika ada tawaran dia akan dengan elegan berucap “maaf, saya sudah dibayar
cukup oleh negara” atau dalam hatinya akan berkata “ah, selisih sedikit saja
masak saya harus ke penjara?”.
Lantas, apa yang bisa kita lakukan? Ingat, remunerasi
hanya baru terjadi di beberapa instansi saja. Lainnya? meski akan, tetapi belum
dilaksanakan. Bentuk- bentuk yang bisa dilakukan untuk peningkatan
kesejahteraan antara lain pengelolaan zakat yang adil dan prosesional serta
pelatihan ketrampilan usaha.
Zakat adalah
kewajiban tiap muslim yang sudah memenuhi kriteria mampu
(nishab) dan
waktu (haul). Tujuan zakat adalah untuk mensucikan harta yang
dimiliki.
Dengan penduduk yang mayoritas islam dan banyaknya orang kaya, seharusnya zakat
yang terkumpul banyak dan bisa untuk disalurkan ke masyarakat yang membutuhkan.
Di sinilah peran kita, terutama yang menjadi amil (badan zakat) untuk
menggerakkan kesadaran membayar zakat kemudian mengelolanya dengan adil,
transparan, dan profesional untuk membantu pemerataan kesejahteraan.
Yang kedua adalah pelatihan ketrampilan. Kita bisa
mengajak tetangga kita untuk membuka usaha dengan melatihnya terlebih dahulu
misalnya pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos untuk sampah organik
atau kerajinan untuk sampah plastik yang masih digunakan. Bisa juga dengan
memberikan sedikit rangsangan modal kepada para pengrajin, mengorganisasikannya
kegiatan hingga penjualannya. Kegiatan semacam ini sudah ada di beberapa daerah
baik dilakukan oleh suatu RT maupun lembaga swadaya masyarakat. Dengan kegiatan
semacam ini diharapkan kesejahteraan masyarakat yang akhirnya mengurangi
potensi terjadinya tindak pidana korupsi.
2. Ikut serta dalam meningkatkan pendidikan
moral dan pengetahuan
Penyebab kedua terjadinya korupsi adalah karena
masalah moral dan pengetahuan. Manusia yang mempunyai moral rendah akan mudah
sekali menyalahgunakan wewenang, mudah tergoda suap, ataupun tidakan korup
lainnya.
Kemudian, pengetahuan yang luas (tidak harus tingkat
pendidikan tinggi) juga sangat didambakan karena akan membuat manusia melihat
sesuatunya dengan lebih menyeluruh. Dalam melakukan sesuatu, dia tidak hanya
memikirkan enak atau tidak enak, suka atau tidak suka, tetapi juga
memperkirakan bagaimana akibatnya, baik terhadap dirinya sendiri, keluarga,
maupun lingkungan.
Pengetahuan selanjutnya adalah pengetahuan tentang
korupsi. Bisa jadi orang yang pengetahuan luas dan moralnya baik, terlibat
dalam tindak pidana korupsi hanya karena dia tidak tahu dan terjebak dalam
persekongkolan. Dengan adanya pengetahuan tentang korupsi diharapkan dapat
menjadi acuan bagi diri sendiri untuk tidak korupsi dan bisa mengingatkan orang
lain jika mereka tidak tahu.
Bentuk- bentuk peran serta bisa dilakukan secara
pribadi maupun berkelompok. Peran organisasi kemasyarakatan sangat dibutuhkan.
Pembinaan agama, acara pengajian- pengajian umum, dan tabligh akbar penting
untuk menjaga moral masyarakat. Kelompok masyarakat bisa juga mendirikan
yayasan yang bergerak pada pendidikan kemudian menyelenggarakan pendidikan
murah terutama
bagi yang
kurang mampu atau juga dengan mengadakan seminar- seminar
antikorupsi.
Individu- individu juga bisa ikut berkontribusi dengan
menularkan ilmunya ke tetangga, teman, dan saudara. Kemudian bisa juga
mendirikan perpustakaan atau taman baca gratis yang bisa dimanfaatkan oleh
siapa saja yang ingin meningkatkan pengetahuanya. Peran serta secara individual
juga sering ditampilkan oleh para seniman seperti puisi- pusi, teater, maupun
lagu- lagu yang menggugah rasa kebangsaan dan membangkitkan semangat anti
korupsi.
3. Ikut serta dalam mengawasi pemerintahan.
Penyebab ketiga terjadinya korupsi adalah karena
masalah pengawasan. Kurangnya pengawasan atau tidak efektifnya pengawasan
menjadi kondisi pendukung terjadinya korupsi. Oleh karena itu, masyakarat
sangat diharapkan andilnya dalam pengawasan.
Pengawasan yang pertama adalah pengawasan pembuatan
peraturan. Pembuatan peraturan harus dikawal agar jangan sampai muncul
peraturan- peraturan abu- abuyang bisa dimanfaatkan sekelompok orang untuk
kepentingan mereka sendiri. Pengawasan yang kedua adalah pengawasan pelaksanaan
peraturan atau kegiatan operasioal pemerintahan. Masyarakat sebagai konsumen
atas pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah, sudah selayaknya
mengawasi, bagaimana pelayanan dilakukan, apakah cepat dan mudah atau lambat
dan dipersulit. Gratis, pungutan sesuai aturan, ataukah ada pungli dan
pemerasan.
Pengawasan bisa dilakukan melalui sistem jaringan,
dengan membentuk LSM, maupun secara individual. Dengan sistem jaringan yang
tidak nampak tapi tersebar di instansi pemerintah, bisa membuat orang berpikir
beberapa kali untuk melakukan korupsi. “Jangan- jangan, di kantor ini ada
‘mata- mata’...”, mungkin kira- kira begitu yang ada di pikiran orang ketika
merasa bahwa di kantornya sudah ada jaringan anti korupsi.
Pembentukan LSM seperti Masyarakat Transparansi
Indonesia, Indonesian Corruption Watch, dan sebagainya juga sangat berguna
dalam membantu pengawasan pemerintahan. Bahkan, seringkali yang mengungkap
kasus korupsi adalah mereka bukan polisi.
Untuk
individu, setelah mengawasi bisa melakukan dengan melaporkan ke
LSM, ataupun
langsung ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
B. Aturan Hukum terkait dengan Peran
Masyarakat
Suatu
tindakan, jika dilandasi pada aturan yang ada maka akan menjadi lebih kuat.
Bisa jadi, dahulu sudah ada banyak anggota masyarakat yang peduli, namun karena
takut atau tidak ada hukum yang mengayomi sehingga tidak beran mengungkapkan
pendapat, maupun menyalurkan aduan adanya tindak pidana korupsi. rantasan
Undang Undang Nomor 31 tahun 1999, yang merupakan penyempurnaan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Podana Korupsi, selain
menjelaskan definisi korupsi dan macamnya, juga ada bagian yang mengakui peran
serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Pengaturan tersebut ada dalam BAB
IV yaitu pasal 41 dan 42. Pasal 41 menyebutkan, masyarakat dapat berperan serta
membantu upaya
pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Peran serta masyarakat itu diwujudkan dalam bentuk
memiliki hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana korupsi, hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari,
serta memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak
pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana
korupsi.
Pasal 42 menyebutkan, pemerintah memberikan
penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berjasa membantu upaya
pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi. Ketentuan
pemberian penghargaan itu diatur dengan peraturan pemerintah.
Dengan adanya Undang- Undang yang
mengatur, diharapkan peran serta aktif
masyarakat
bisa lebih ditingkatkan demi terwujudnya INDONESIA yang lebih bersih.
UNDANG-UNDANG MENGENAI TINDAK KORUPSI.
-
UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003
(KONVENSI PERSERIKATAN
BANGSA-BANGSAMENENTANG KORUPSI,
2003).
-
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2006
TENTANG PENGESAHAN UNITED NATION
CONVENTION AGAINST
CORRUPTION, 2OO3 (KONVENSI
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
ANTI KORUPSI, 2003).
-
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002
TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK
PIDANA KORUPSI
-
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30
TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA
KORUPSI
-
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999
TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
KORUPSI
-
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001
TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 31 TAHUN
1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
KORUPSI
-
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999
TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH
DAN BEBAS DARI
KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME
-
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28
TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA
YANG BERSIH DAN
BEBAS
DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1980 TINDAK
PIDANA SUAP.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 KETENTUAN
UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1994 PERUBAHAN UU
6-1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2000 PERUBAHAN
KEDUA UU 6-1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 KEPOLISIAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 KOMISI
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 MAHKAMAH
KONSTITUSI.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 KEJAKSAAN
REPUBLIK INDONESIA.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 BANTUAN
TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 BADAN
PEMERIKSA KEUANGAN.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 KETERBUKAAN
INFORMASI PUBLIK.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 PERUBAHAN
KETIGA ATAS UU NO. 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA
PERPAJAKAN.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2003 PENGESAHAN
UNITED NATION CONVENTION AGAINST. TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME ( KONVENSI
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSIONAL YANG
TERORGANISASI.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 PELAYANAN
PUBLIK.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 46 TAHUN 2009 PENGADILAN
TINDAK PIDANA KORUPSI.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 KEKUASAAN
KEHAKIMAN.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2010 PENCABUTAN
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG
PERUBAHAN ATAS.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 PENCEGAHAN
DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.
- UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2011 PERUBAHAN
ATAS UU NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
- PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2000 TIM
GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.
- PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2000 TATA
CARA PELAKSANAAN PERAN SERTA MASYARAKAT DAN PEMBERIAN PENGHARGAAN DALAM
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.
- PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 57 TAHUN 2003 TATA
CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SANKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG.
- PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 63 TAHUN 2005
SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTSAN KORUPSI.
- PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 8 TAHUN 2006
PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH.
- PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2006 HAK
KEUANGAN KEDUDUKAN PROTOKOL DAN PERLINDUNGAN KEAMANAN PIMPINAN KOMISI
PEMBERANTASAN KORUPSI.
- PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 60 TAHUN 2009
SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH.
- PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 36 TAHUN 2009
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG HAK KEUANGAN,
KEDUDUKAN PROTOKOL, DAN PERLINDUNGAN KEAMANAN PIMPINAN KOMISI PEMBERANTASAN
KORUPSI.
- PERATURAN PRESIDEN NOMOR 49 TAHUN 2005 UANG KEHORMATAN
BAGI HAKIM PADA PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI.
- PERATURAN PRESIDEN NOMOR 80 TAHUN 2006
HONORANIUM BAGI KETUA, WAKIL KETUA, ANGGOTA DAN SEKERTARIS TIM KOORDINASI
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.
KESIMPULAN:
Dari pembahasan seputar korupsi,
dapat diberi kesimpulan yaitu;
1.
Korupsi ialah perilaku yang buruk yang tidak legal dan tidak wajar untuk memperkaya diri
2. Korupsi
dinilai dari sudut manapun ia tetap suatu pelangaran
3. Korupsi
mengakibatkan kurangnya pendapatan Negara dan kurangnya kepercayaan terhadap pemerintah.
Langganan:
Postingan (Atom)